Who Am I?

It’s a lifetime question..
Tersebutlah sebuah eksistensi. Orang sering menyebutnya jati diri.

Aku menanyakan kembali sebuah pertanyaan mahapenting yang seperti tidak kunjung kudapatkan jawabannya yang sempurna. Mungkin kau juga.
Siapa aku?
Entahlah..
Yang kutahu..
Aku bukanlah apa yang aku pakai. Aku bukanlah barang yang aku miliki. Aku bukan Android, Apple atau Blackberry. Aku bukan brand yang melekat pada kulit dan barang-barang yang kumiliki. Aku bukan Eiger, Polo, atau Rider. Aku bukanlah berapa banyak uang yang ada di dompetku atau di rekeningku. Aku bukan buku-buku yang aku punya. Aku bukan makanan yang aku makan. Aku bukan minuman yang aku minum.
Semua yang benda kumiliki bisa hilang. Dan habis.
Aku bukan (hanya) seseorang yang berada di suatu tempat di jagad raya, bumi, Asia, Indonesia, Jawa, Surabaya, atau alamat tempat aku menulis ini. Aku bukan (hanya) seseorang yang telah hidup sekian tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit atau detik.
Nyawaku bisa musnah. Ruhku bisa dicabut. Ruang dan waktu yang sedang kualami menjadi tak berarti saat aku mati.
Aku bukan (hanya) pikiranku. Aku bukan (hanya) persepsiku. Aku bukan (hanya) perasaanku. Aku bukan (hanya) hobiku. Aku bukan warna yang kusukai. Aku bukan bentuk yang kulihat sebagai keindahan. Aku bukan aroma yang aku suka menghirupnya. Aku bukan rasa yang aku senang saat mengecapnya. Aku bukan (hanya) apa yang kulihat. Aku bukan (hanya) apa yang kudengar. Aku bukan (hanya) apa yang aku lihat saat aku bercermin. Aku bukan (hanya) suara yang aku dengar saat aku berbicara. Aku bukan (hanya) apa yang aku bicarakan atau apa yang tidak aku bicarakan. Aku bukan (hanya) apa yang kukatakan atau apa yang tidak kukatakan.
Kesenanganku bisa berkurang. Pikiranku bisa buntu. Persepsiku bisa tertipu. Perasaanku bisa lepas kendali. Dan inderaku terbatas.
Aku bukan (hanya) tema pembicaraan yang kusukai. Aku bukan (hanya) jenis tulisan yang sering kubaca. Aku bukan Jawa Pos, Kompas, atau Times. Aku bukan (hanya) jenis suara yang suka aku dengar. Aku bukan (hanya) perbuatan yang sering kulakukan. Aku bukan (hanya) sikap yang sering kuambil. Aku bukan (hanya) pemarah, pendiam, atau pendendam. Aku bukan (hanya) penyabar, talkative, atau pemaaf. Aku bukan (hanya) kebiasaan yang aku lakukan. Aku bukan (hanya) sifat atau karakter yang kumiliki. Aku bukan (hanya) kepribadian tertentu. Aku bukan (hanya) seorang INFP, Melankolis, atau berkepribadian tipe A, atau lainnya. Aku bukan (hanya) seorang ber-IQ atau EQ, atau Q-lainnya sekian, sekian, dan sekian.
Aku bisa berubah. Kesukaanku bisa berganti. Sedikit atau drastis. Hal yang sering bisa menjadi jarang, begitu pula sebaliknya.
Aku bukan (hanya) apa yang dilihat orang lain terhadapku. Aku bukan (hanya) apa yang didengar orang lain dari perkataanku. Aku bukan (hanya) apa yang dinilai orang lain terhadap apa yang aku lakukan atau apa yang tidak aku lakukan.
Aku bisa mengelabui orang lain, sadar atau tidak. Tapi sepertinya sangat sulit untuk mengelabui diri sendiri.
Aku bukan (hanya) apa yang bisa aku lakukan. Aku bukan (hanya) apa yang tidak bisa aku lakukan. Aku bahkan bukan (hanya) tulisan yang sedang kutuliskan ini. Aku bukan tulisan-tulisan yang aku baca atau ayng belum aku baca. Aku bukanlah strata pendidikan yang telah kuraih atau yang belum kuraih. Aku bukanlah bahasa yang kugunakan untuk berbicara. Aku bukan (hanya) seorang warga negara bangsa tertentu. Aku bukan pekerjaanku. Aku bukan statusku. Aku bukan kumpulan CV-ku. Aku bukan (hanya) prestasi dan pencapaianku atau yang belum kucapai. Aku (bukan) hanya pengetahuan dan kecerdasanku. Aku (bukan) hanya kemampuanku.
Aku bisa belajar. Aku bisa melakukan hal-hal yang berbeda, meskipun orang lain tak menghargainya. Aku bisa menghargai diriku sendiri. Dengan caraku sendiri, meskipun orang lain tidak setuju.
Aku bukan (hanya) namaku. Aku bukan (hanya) teman dari si fulan atau fulanah. Aku bukan (hanya) seorang anak dari pasangan Pak Anu atau Ibu Itu. Aku bukan (hanya) murid sang guru atau sang dosen fulan. Aku bukan (hanya) seseorang bergolongan darah tertentu. Aku bukan (hanya) ras atau suku tertentu. Aku bukan (hanya) keluarga besar fulan atau fulanah. Tetapi aku juga bukanlah si bukan siapa-siapa.
Aku seorang manusia. Seorang anggota keluarga. Hidup dalam masyarakat beserta kebudayaannya.
Aku lebih besar dari itu semua, dan apa-apa yang belum kusebutkan. The whole is greater than the sum of its parts [link]. Aku adalah sebuah sistem yang utuh, sebagai bagian dari sistem-sistem yang lebih besar. Kebaikan itu relatif, kebenaran itu mutlak. Jika kebaikan sejalan dengan kebenaran, maka itulah jalan yang baik dan benar.
Ada makna yang lebih mendalam daripada yang terlihat. Ada peran besar yang bisa kulakukan di dunia ini, walaupun manusia tidak mengakuinya. Ada nilai-nilai yang kuyakini sebagai prinsip yang kupegang.
Yang menjadikan aku manusia. Yang menjadikan aku unik. Yang menjadikan aku berbeda dengan orang lain. Yang menjadikan aku adalah aku, bukan dirimu atau dirinya, bukan kalian atau mereka. Yang menjadikan aku mempunyai sesuatu yang tidak bisa dimiliki orang lain, mencapai sesuatu yang tidak bisa dicapai orang lain. Yang menjadikan aku diriku sendiri.
Aku mencari, menjelajahi isi bumi, untuk menyadari peranku di dunia.
Aku bertanya, untuk apa aku hidup?
Aku mengira aku sedang mencari makna kehidupan itu sendiri.
I think it’s a lifetime journey..
for now..
Aku adalah aku.
***
Sekali lagi, siapa aku?
Mungkin pertanyaan itu memang bukan untuk dijawab. Identitas diri tidak muncul dengan sendirinya. Jawabannya mungkin akan aku temukan, justru nanti, saat aku mati.
Identitas seharusnya dilihat sebagai perjalanan proses. Bukan sebuah image statis. Aku terus belajar, berubah, mencari, menemukan, dan mendefinisikan ulang diriku sendiri.
Aku berpegang pada sebuah idealisme hingga aku menjadi seorang idealis. Kemudian aku menghadapi realitas, hingga idealismeku terkikis. Idealisme itu bisa habis, atau diperkuat ulang. Tapi tidak bisa sembarangan diganti, atau tidak dihiraukan. Mendefinisikan identitas berarti juga mendefinisikan mana yang bukan identitas. Hanya dengan begitu siklus menjadi lengkap. Ada keberadaan dan ada ketiadaan.
***

Nilai-nilai yang kuyakini sebagai prinsip yang kupegang adalah nilai-nilai Islam. Maka, aku adalah seorang Muslim. Sebuah eksistensi hamba Allah. Berusaha tunduk dan patuh terhadap perintah Pencipta-ku. Aku berusaha mengerjakan apa yang Dia suruh, dan tidak melanggar apa yang Dia larang.
Maka,
Aku adalah seorang Muslim, dengan segala apa yang aku pakai saat ini. Aku meyakini semua itu adalah nikmat yang diberikan Allah kepadaku. Aku harus mensyukurinya. Banyak orang lain yang tidak memiliki apa yang aku miliki. Banyak orang yang tidak menggunakan apa yang dimiliki sebagaimana aku menggunakan apa yang kumiliki. Aku berusaha mendapatkannya dengan cara yang halal, dan menjauhi cara-cara yang haram. Aku berdoa kepada Allah agar aku diberi taufiq untuk menggunakan apa yang kumiliki di jalan-Nya. Aku memohon kepada-Nya agar Dia membersihkan hartaku dari keharaman dan ketidak-bermanfaatan.
Jika semua yang benda kumiliki hilang. Dan habis. Aku masih punya Sang Pemberi Rezeki. Dia-lah yang menjamin kehidupan seluruh makhluk sebelum mereka mati. Dia-lah Sang Penguasa. Dia-lah Sang Pencipta.
Di manapun aku berada, kapan pun aku hidup, aku adalah hamba-Nya. Dia-lah Pemilik alam semesta, langit, bumi dan segala yang berada di antara keduanya. Dia-lah Penguasa Masa, yang lalu atau pun yang akan datang. Dia akan memusnahkan dunia jika tiba saatnya, dan menyembelih waktu jika makhluk telah memasuki akhirat.
Jika kehidupanku musnah, dan ruhku dicabut, aku akan memasuki kehidupan berikutnya. Ruang dan waktu berganti, bukan lagi seperti yang kualami. Tidak ada relativitas. Tidak ada batas yang kukenali sebagaimana aku hidup di dunia.
Pikiranku terbatas, jika Allah tidak membuatnya luas. Persepsiku sempit, jika Allah tidak membimbingku untuk melihat lebih dari yang terlihat. Aku berusaha menyesuaikan hobiku dengan syariat-Nya. Aku menyukai keindahan yang tidak Allah larang untuk menikmatinya. Aku menikmati warna sebagai karunia-Nya atas cahaya dan penglihatan yang Dia berikan kepadaku. Aku menikmati bebauan yang harum sebagai karunia-Nya atas indera penciumanku. Aku menyantap makanan yang enak sebagai rezeki yang Dia berikan padaku. Aku melihat dan mendengar berdasarkan takdir-Nya. Aku tidak bisa melihat dan mendengar apa yang kulihat dan kudengar jika Dia tidak mengizinkanku melihat dan mendengarnya. Maka aku berusaha melihat dan mendengar apa yang Dia ridhoi untuk aku lihat dan aku dengar sebagai hamba-Nya. Aku juga berusaha bersuara sesuai dengan batas-batas yang Dia tetapkan dalam syari’at-Nya.
Aku yakin bahwa Surga adalah tempat kesenangan tanpa batas.Walaupun pikiranku yang kerdil tidak bisa membayangkannya dan persepsiku yang sempit masih dibatasi dunia yang hina.
Aku membaca Al-Quran, kalamullah. Aku membaca dari Ilmu-Nya yang mahaluas, mulai dari yang terpenting, yaitu syari’at-Nya yang mulia. Tanpa itu, aku bisa tersesat dalam kehidupan dunia ciptaan-Nya ini. Aku suka mendengar seseorang yang melantunkan ayat suci-Nya. Aku berusaha memahami maknanya, dan melakukan perbuatan yang mencocoki isi-nya. Walaupun aku tetap insan manusia yang tidak luput dari salah dan dosa. Aku berusaha bersifat sebagaimana sifat Rasul yang telah diutus-Nya ke dunia. Dialah Muhammad ibn Abdullah, sebagai rahmat bagi semesta alam. Aku juga berusaha memperhatikan para sahabat beliau yang mulia, sebagai hasil didikan langsung dari Rasulullah. Namun aku sadar aku hidup di zaman yang berbeda. Kebiasaan kami sekarang tidak sama. Maka aku hanya terus berusaha dan berusaha mencocoki perbuatan mereka, menjadikan Rasulullah sebagai teladan utama.
Jika aku berubah, aku ingin perubahanku ke arah kebaikan. Aku ingin kesukaanku berorientasi pada Islam. Sedikit demi sedikit atau lebih banyak daripada itu.
Jika aku terlihat hina, ketahuilah bahwa aku memang telah hina. Kemudian Allah memuliakanku dengan Islam. Aku menjadi seorang Muslim. Namun apa yang dilihat orang lain bisa berbeda. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai manusia terbaik, masih saja ada orang yang memusuhi beliau. Maka aku berlepas diri dari apa yang orang lain lihat dari diriku, kemudian aku mementingkan apa yang Allah lihat. Aku berusaha tidak ingin dilihat dan didengar orang lain kecuali dengan keinginan agar aku dapat mempertanggung-jawabkan konsekuensi-nya sebagai kebaikan di hadapan Allah. Aku ingin dinilai dengan keadilan Allah, karena Allah yang Mahaadil.
Aku tidak bisa mengelabui Tuhanku. Aku tidak bisa lari dan sembunyi dari pengawasan-Nya.
Aku tidak bisa melakukan sesuatu kecuali dengan izin Allah. La haula wa la quwwata illa billah. Jika aku melakukan sesuatu, itu karean Allah mengizinkannya. Jika aku tidak melakukan sesuatu, itu karena Allah tidak mengizinkannya. Aku beriman kepada takdir-Nya. Kemampuanku saat ini adalah juga karunia dari-Nya, bukan hanya sebagai hasil dari usahaku sendiri. Bahkan aku bisa menulis, ini karena Allah yang membuatku mampu menulis. Aku bisa membaca, karena Allah menjadikan aku mampu membaca. Aku dapat mengikuti sistem jenjang pendidikan yang di-desain manusia, itu karena Allah yang menghendakinya. Aku bisa berbicara bahasa, Allah yang menganugerahkan aku lisan dan pikiran. Aku hidup di bangsa yang katanya negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, juga atas kehendak-Nya. Semua yang kudapatkan adalah karunia dari Allah, pekerjaan, status, prestasi, pencapaian, pengetahuan, kecerdasan, dan kemampuanku. Semuanya. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Aku bisa belajar karena Allah memberikan aku kemampuan untuk itu. Aku bisa melakukan hal-hal yang baik, meskipun orang lain tak menghargainya. Aku bisa menghargai diriku sendiri, sebagaimana aku yakin terhadap nilai kebaikan yang sesuai dengan apa yang Allah tentukan hal itu sebagai kebaikan. Dengan caraku sendiri atas izin Allah dan dengan penilaian dari-Nya, meskipun orang lain tidak setuju.
Semoga Allah nanti memanggil namaku dengan panggilan yang baik, di Surga. Membersamai teman-teman yang baik, dalam kekekalan nikmat. Bertemu lagi dengan bapak, ibu, dan kerabatku dalam keadaan yang lebih baik dan lebih mulia.
Aku seorang hamba Allah. Seorang anggota keluarga Muslim. Hidup dalam masyarakat yang aku kehendaki kebaikan atas mereka.
It’s a lifetime question..
of how I live, as a Moslem.
P.S.
Huft.. pikiranku rumit gini ya ternyata.. hehe.. tidak sesederhana mengetikkan perintah
whoami
di sistem operasi komputer.. :P

About this entry

Related Post